MENGGALI PESONA BATIK MANDAU - BUDAYA BERKELANJUTAN


Mandau merupakan ibu kota Kecamatan Mandau di Kabupaten Bengkalis, kota kecil yang dikenal sebagai kota yang relatif tenang. Namun, di balik ketenangannya sebagai kota kecil yang dikenal sebagai pusat industri minyak, Mandau menyimpan sebuah warisan budaya yang sangat berharga dan unik, yaitu batik Mandau. Batik Mandau adalah salah satu kekayaan budaya yang lahir dari daerah Mandau, Duri, Riau, yang selama ini mungkin belum banyak dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia. Batik ini bukan hanya sekadar kain bermotif, melainkan sebuah karya seni yang sarat dengan nilai-nilai budaya, sejarah, dan identitas masyarakat setempat. Lebih dari itu, batik Mandau juga menjadi simbol warisan budaya berkelanjutan yang mampu menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan masyarakat Mandau. Penulis akan mengajak pembaca untuk menyelami pesona batik Mandau, memahami makna di balik motif dan proses pembuatannya, serta melihat bagaimana batik ini dapat menjadi jembatan budaya yang menghubungkan Duri dengan dunia.

Sejarah perkembangan batik Mandau menunjukkan bahwa keberadaannya sudah cukup lama dikenal dan memiliki akar yang kuat dalam budaya Melayu di wilayah Riau. Pada tahun 1824, batik Riau mulai dikenal sejak masa Kerajaan Melayu Daik Lingga, yang dikenal sebagai pusat budaya dan perdagangan di Kepulauan Riau. Pada masa itu, batik tidak menggunakan lilin seperti yang umum dikenal dari Jawa, melainkan pewarnaan dengan bahan alami seperti perak dan kuning yang dicap pada kain menggunakan alat dari logam bercorak khas Melayu. Kain yang digunakan pun biasanya kain halus seperti sutra, yang menunjukkan bahwa batik Riau sejak awal memiliki tingkat kehalusan dan keindahan tersendiri. Seiring berjalannya waktu, teknik pembuatan batik ini berkembang, termasuk penggunaan teknik cap dari bahan kayu dan buah-buahan keras seperti kentang, yang dikenal sebagai kerajinan telepuk dari budaya India kuno.

Perkembangan Teknik dalam Membatik Mandau
Sumber : Jakmal.com (2019)

Perkembangan batik di Riau terus berlanjut hingga tahun 1985, ketika pemerintah provinsi Riau mulai berupaya membangkitkan kembali budaya batik sebagai bagian dari identitas daerah. Melalui pelatihan membatik yang dilakukan oleh pemerintah dan organisasi lokal, masyarakat diajarkan teknik batik tulis dan cap, serta motif-motif khas Melayu yang menggambarkan kekayaan alam dan budaya Riau. Pada tahun 1990-an, batik Selerang mulai dikenal sebagai batik Riau, meskipun keberadaannya kemudian menurun karena pangsa pasar yang kecil dan kurangnya inovasi. Namun, semangat pelestarian tetap hidup, terutama setelah tahun 2009, ketika pemerintah melalui Dekranasda Riau dan berbagai organisasi masyarakat mulai menggalakkan kembali batik Riau dengan motif-motif baru yang mengikuti tren fashion masa kini, namun tetap mempertahankan ciri khas Melayu.

Salah satu tonggak penting dalam perkembangan batik Mandau adalah munculnya motif pumping unit yang mencerminkan kekayaan sumber daya alam dan industri minyak di daerah tersebut. Motif ini menjadi simbol identitas Mandau sebagai pusat industri minyak terbesar di Riau dan bahkan Indonesia. Pada tahun 2014, motif ini mulai dikembangkan dan dipopulerkan melalui berbagai pameran dan acara budaya, termasuk Hari Batik Nasional yang rutin diperingati setiap 2 Oktober. Pada tahun tersebut, Batik Mandau tampil dalam berbagai acara resmi dan pameran nasional, menunjukkan bahwa warisan budaya ini mulai mendapatkan tempat yang layak di hati masyarakat dan pemerintah. Bahkan, pada tahun 2025, Batik Mandau sudah memiliki galeri resmi bernama Brand Mandau, yang memasarkan produk batik secara luas dan menembus pasar nasional dan internasional.

Motif Popm Unit menjadi unggulan Industri Batik Mandau
Sumber : riauberdaulat.com (2022)

Selain motif pumping unit, motif-motif lain yang berkembang di Batik Mandau meliputi motif daun, bunga, dan hewan khas Melayu, seperti gajah dan burung. Motif-motif ini tidak hanya memperkaya keindahan visual batik, tetapi juga mengandung makna simbolis yang mendalam, seperti kekuatan, keberanian, dan kedekatan dengan alam. Warna-warna yang digunakan pun cenderung alami dan hangat, seperti coklat, merah bata, biru dan kuning, yang dihasilkan dari pewarna alami dari bahan-bahan organik. Penggunaan pewarna alami ini menjadi bagian dari upaya pelestarian lingkungan dan keberlanjutan budaya, karena selain menjaga keaslian, juga mengurangi dampak negatif terhadap alam.

Upaya pelestarian dan pengembangan batik Mandau tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga oleh masyarakat dan organisasi lokal. Dewi Asdinar, misalnya, adalah sosok yang sangat berperan dalam menghidupkan kembali tradisi membatik di Mandau. Pada tahun 2025, Dewi bersama komunitas pengrajin membentuk kelompok usaha batik yang diberi nama “Mandau Batik,” yang fokus pada pelatihan, produksi, dan pemasaran. Berkat dukungan dari program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), mereka mampu menyelenggarakan pelatihan membatik secara rutin dan memproduksi batik berkualitas tinggi. Bahkan, mereka mengikuti berbagai pameran dan festival budaya, baik di dalam maupun luar daerah, sehingga Batik Mandau semakin dikenal dan diminati.

Selain itu, pemerintah daerah melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bengkalis aktif melakukan promosi dengan menggelar acara tahunan seperti Festival Batik Mandau, yang pertama kali diselenggarakan pada tahun 2022. Festival ini menjadi ajang memperkenalkan motif-motif khas Mandau kepada masyarakat luas, sekaligus meningkatkan minat masyarakat lokal dan wisatawan untuk membeli produk batik. Pada tahun 2024, festival ini dihadiri oleh lebih dari 10.000 pengunjung dari berbagai daerah, dan mampu meningkatkan omzet penjualan batik Mandau hingga 30%. Melalui berbagai upaya ini, batik Mandau tidak hanya menjadi warisan budaya yang dilestarikan, tetapi juga menjadi sumber ekonomi yang berkelanjutan bagi masyarakat.

Selain promosi dan pelatihan, pemerintah dan komunitas juga aktif dalam mengembangkan inovasi desain dan teknologi produksi. Pada tahun 2024, sejumlah pengrajin Mandau mulai memanfaatkan teknologi digital untuk memasarkan produk mereka secara online melalui platform e-commerce dan media sosial. Hal ini membuka peluang pasar yang lebih luas, termasuk ke luar negeri. Bahkan, beberapa pengrajin telah mengikuti pelatihan desain modern agar batik Mandau tetap relevan dengan tren fashion global, tanpa mengorbankan keaslian motif dan teknik tradisional. Inovasi ini penting agar warisan budaya ini tidak hanya bertahan sebagai benda koleksi, tetapi juga sebagai karya seni yang mampu bersaing di pasar internasional.

Masa depan batik Mandau sangat tergantung pada keberlanjutan dari berbagai upaya yang telah dilakukan. Jika pemerintah, masyarakat, dan semua pihak terkait terus berkomitmen menjaga kualitas, inovasi, dan promosi, maka warisan budaya ini akan terus hidup dan berkembang. Batik Mandau berpotensi menjadi ikon budaya Riau yang dikenal secara luas, bahkan di tingkat internasional, sebagai simbol kekayaan budaya Melayu dan kekayaan sumber daya alam daerah tersebut. Lebih dari sekadar kain bermotif indah, batik Mandau adalah sebuah cerita panjang tentang perjuangan, identitas, dan keberlanjutan yang harus terus dilestarikan dan dikembangkan.

Sehingga dapat disimpulkan, perjalanan batik Mandau dari sebuah tradisi lokal yang awalnya terbatas di kalangan masyarakat hingga menjadi simbol budaya berkelanjutan yang dikenal secara nasional dan internasional menunjukkan bahwa dengan kerja keras, inovasi, dan dukungan bersama, warisan budaya ini mampu bertahan dan berkembang di tengah arus modernisasi dan globalisasi. Melalui berbagai upaya yang telah dilakukan, seperti pelatihan, promosi, inovasi desain, dan pemanfaatan teknologi digital, batik Mandau tidak hanya menjadi identitas daerah, tetapi juga menjadi kekayaan bangsa yang patut dibanggakan. Dari Duri ke dunia, pesona batik Mandau akan terus bersinar sebagai warisan budaya berkelanjutan yang mampu menginspirasi generasi masa depan untuk terus menjaga dan melestarikan kekayaan budaya bangsa Indonesia.

Ditulis Oleh Rahmi Oksalina 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama