Di setiap sudut budaya Melayu, tersembunyi keindahan yang melampaui sekadar tampilan luar. Salah satu contoh nyata dari kedalaman tradisi ini dapat ditemukan dalam ritual ber’andam, sebuah prosesi adat yang telah dilestarikan dengan penuh cinta oleh masyarakat Rokan Hilir. Ber’andam adalah tradisi yang tidak hanya mempercantik fisik, tetapi juga memperkaya batin, menyatukan antara kecantikan lahiriah dan kesucian batiniah. Di tengah zaman yang serba cepat dan modern ini, ber’andam tetap menjadi jembatan yang menghubungkan generasi muda dengan warisan leluhur, mengingatkan kita akan pentingnya mempertahankan nilai-nilai yang telah membentuk identitas kita.
Bagi masyarakat Rokan Hilir, ber’andam lebih dari sekadar merias wajah pengantin ia adalah sebuah prosesi sakral yang mempersiapkan pengantin wanita untuk memasuki fase kehidupan baru. Sejak zaman dahulu, tradisi ini telah menjadi bagian integral dari upacara pernikahan Melayu yang sarat akan makna filosofis dan spiritual. Meskipun dunia telah berubah dan teknologi semakin berkembang, tradisi ber’andam tetap dipertahankan dengan penuh semangat, karena ia melambangkan kekuatan budaya yang tak lekang oleh waktu. Tradisi ber’andam di Rokan Hilir bermula jauh sebelum pengantin melangkah ke pelaminan. Tradisi ini dimulai dengan serangkaian perawatan tubuh dan jiwa yang dilakukan oleh seorang mak andam—perempuan tua yang memiliki pengetahuan luas mengenai adat dan kepercayaan masyarakat Melayu. Mak andam bukan hanya seorang perias, tetapi juga seorang penjaga tradisi yang mengajarkan dan mewariskan nilai-nilai luhur kepada generasi berikutnya. Ia tidak hanya merias wajah calon pengantin, tetapi juga memberikan wejangan tentang kehidupan berkeluarga, kesetiaan, dan cara menjaga keharmonisan dalam rumah tangga
Ritual ber’andam diawali dengan pemakaian lulur, mandi bunga, serta penggunaan ramuan-ramuan alami yang telah diturunkan secara turun-temurun. Proses ini memiliki makna yang dalam, di mana calon pengantin tidak hanya dirawat secara fisik, tetapi juga dibersihkan secara spiritual. Selama proses ber’andam, calon pengantin diharapkan untuk menjaga tutur kata dan sikap, karena dipercayai bahwa energi positif yang ada dalam dirinya akan memengaruhi kelancaran perjalanan hidup rumah tangga yang akan dijalani. Tidak hanya itu, dalam setiap sapuan bedak dan bunga rampai yang diterapkan pada pengantin, terdapat doa-doa yang dipanjatkan agar pasangan pengantin mendapatkan kebahagiaan dan keberkahan dalam kehidupan pernikahan mereka.
Nilai-nilai kearifan lokal sangat terasa dalam tradisi ini. Masyarakat Rokan Hilir memandang ber’andam sebagai momen sakral yang menunjukkan bahwa perempuan yang akan menikah harus mempersiapkan dirinya secara lahir dan batin. Tradisi ini juga menjadi bentuk penghormatan kepada leluhur, karena mengandung simbol-simbol adat yang telah diwariskan turun-temurun. Di tengah arus modernisasi dan pengaruh budaya luar, keberadaan tradisi ber’andam masih bertahan. Banyak keluarga di Rokan Hilir yang tetap memasukkan prosesi ini dalam rangkaian pernikahan sebagai bentuk penghargaan terhadap identitas budaya mereka. Bahkan, generasi muda mulai menunjukkan ketertarikan untuk mempelajari kembali makna dan tata cara tradisi ini. Pelestarian ber’andam juga didukung oleh para budayawan, lembaga adat, dan pemerintah daerah yang menyadari pentingnya menjaga tradisi sebagai bagian dari kekayaan budaya daerah. Melalui berbagai festival budaya, pelatihan, hingga dokumentasi digital, ber’andam diperkenalkan kepada masyarakat luas, baik di dalam maupun luar daerah. Sebagai warisan leluhur, tradisi ber’andam tidak hanya memperindah penampilan calon pengantin, tetapi juga memperkaya batin dan memperkuat jati diri sebagai perempuan Melayu. Ia adalah simbol kebijaksanaan, keanggunan, dan kesakralan yang terus hidup di tengah masyarakat Rokan Hilir.
Tradisi ber’andam adalah warisan budaya yang tidak hanya memperindah tampilan pengantin, tetapi juga memperkaya makna hidup mereka yang menjalaninya. Ia adalah lambang kesucian, keharmonisan, dan kesiapan dalam menghadapi kehidupan rumah tangga. Dalam setiap sapuan bedak dan harumnya bunga rampai, terkandung doa-doa dan harapan yang melampaui waktu, menghubungkan pengantin dengan leluhur dan dengan masa depan yang penuh harapan. Dengan tetap melestarikan tradisi ber’andam, kita tidak hanya menjaga wajah pengantin, tetapi juga menjaga identitas, nilai-nilai, dan jati diri masyarakat Rokan Hilir.
Di tengah dunia yang terus berubah, tradisi ber’andam mengajarkan kita untuk tetap menghargai dan merawat warisan leluhur kita. Sebuah warisan yang penuh makna, yang mengingatkan kita untuk tidak hanya melihat kecantikan fisik, tetapi juga untuk memperhatikan kesucian hati dan ketulusan niat dalam setiap langkah kehidupan. Dengan melestarikan ber’andam, kita memastikan bahwa kekayaan budaya Rokan Hilir akan terus hidup, berkembang, dan memberikan cahaya bagi generasi yang akan datang.
Ditulis oleh Wulandari