MENONGKAH KERANG SUKU DUANU, IKON WARISAN BUDAYA - INDRAGIRI HILIR

 

Tradisi Menongkah Kerang yang dijalankan oleh masyarakat Suku Duanu di Kabupaten Indragiri Hilir, khususnya di wilayah Kecamatan Tanah Merah yang terletak di Desa Sungai Laut, Desa Tanah Merah, Desa Tanjung Pasir (Sungai Rumah), dan Kelurahan Kuala Enok, merupakan salah satu warisan budaya leluhur yang kaya akan nilai sejarah, sosial, dan ekonomi. Suku Duanu, yang dikenal sebagai suku orang laut, telah mendiami pesisir Indragiri Hilir sejak berabad-abad lalu dan mengembangkan tradisi menongkah sebagai cara unik dan adaptif dalam mencari nafkah dari alam sekitar. Tradisi ini tidak hanya menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, tetapi juga telah bertransformasi menjadi festival budaya tahunan yang mendapat perhatian luas, baik dari masyarakat lokal maupun pemerintah daerah, bahkan hingga tingkat nasional. Menongkah Kerang kini menjadi simbol keberlanjutan budaya yang hidup dan terus dijaga oleh masyarakat Suku Duanu sebagai identitas dan warisan leluhur yang tak ternilai.

Menongkah Kerang Tradisi Suku Duanu

Sumber : bualbual.com (2022)

Menongkah Kerang secara harfiah adalah aktivitas menangkap kerang darah (Anadara granosa) di padang lumpur pesisir menggunakan papan tongkah, sebuah papan panjang dan lebar yang berfungsi sebagai tumpuan kaki untuk meluncur di atas lumpur. Tradisi ini menuntut keberanian, ketangkasan, dan keterampilan tinggi karena dilakukan di medan berlumpur yang licin dan terkadang dalam kondisi air pasang surut yang berubah-ubah. Aktivitas ini dilakukan oleh masyarakat Suku Duanu sejak lama, bahkan menurut tokoh masyarakat Suku Duanu, Sarpan Firmansyah, tradisi menongkah sudah ada di perkampungan mereka sejak tahun 1685. Hal ini menunjukkan betapa tradisi ini telah melekat kuat sebagai bagian dari identitas budaya dan cara hidup masyarakat pesisir di Indragiri Hilir.

Festival Budaya Menongkah Kerang
Sumber : inhil.com (2023)

Seiring perkembangan zaman, tradisi menongkah ini tidak hanya menjadi aktivitas ekonomi, tetapi juga diangkat menjadi sebuah festival budaya yang menarik perhatian banyak pihak. Festival Menongkah pertama kali digelar pada tahun 2008 di Pantai Bidari, Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Tanah Merah, dan sejak itu rutin diselenggarakan setiap tahun dengan dukungan penuh dari Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir. Festival ini menampilkan perlombaan menongkah massal yang melibatkan ratusan peserta, serta lomba-lomba tradisional lain seperti lomba merampas dan lompat lumpur yang menambah semarak acara. Festival Menongkah telah digelar sebanyak sembilan kali hingga saat ini dan menjadi salah satu agenda wisata budaya penting di Kabupaten Indragiri Hilir yang masuk dalam kalender wisata Provinsi Riau.

Bupati Inhil menerima Piagam Penghargaan MURI di Festival Menongkah Kerang

Sumber : potretnews.com (2023


Keunikan dan daya tarik Festival Menongkah semakin diperkuat dengan pencapaian dua rekor Museum Rekor Indonesia (MURI). Pada tahun 2008, festival ini memecahkan rekor peserta menongkah terbanyak dengan lebih dari 500 peserta yang ikut serta dalam kegiatan menongkah massal. Kemudian pada tahun 2016, Festival Menongkah kembali mencatatkan rekor MURI untuk peserta mandi lumpur terbanyak di atas papan tongkah. Prestasi ini tidak hanya membanggakan masyarakat Suku Duanu, tetapi juga mengangkat tradisi menongkah sebagai warisan budaya yang unik dan berharga di tingkat nasional. Menurut Sarpan Firmansyah, rekor MURI tersebut menjadi bukti nyata bahwa tradisi menongkah bukan sekadar aktivitas lokal, melainkan sebuah budaya yang mampu menarik perhatian luas dan menjadi simbol semangat kerja keras serta kebersamaan masyarakat Suku Duanu.

Pengakuan resmi terhadap tradisi Menongkah Kerang sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pertama di Kabupaten Indragiri Hilir oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tahun 2018 menjadi tonggak penting dalam pelestarian tradisi ini. Sertifikat WBTB diserahkan langsung pada saat penyelenggaraan Festival Menongkah di Pantai Bidari, Kuala Enok, Kecamatan Tanah Merah. Penghargaan ini hanya diberikan kepada sebelas warisan budaya daerah di Indonesia, dan menjadikan Festival Menongkah sebagai salah satu ikon budaya Kabupaten Indragiri Hilir yang diakui secara nasional. Pengakuan ini tidak hanya meningkatkan kebanggaan masyarakat, tetapi juga memberikan landasan kuat bagi pemerintah daerah dan organisasi kebudayaan untuk terus menjaga, mengembangkan, dan mempromosikan tradisi menongkah sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa.

Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir sangat serius dalam mendukung pelestarian dan pengembangan tradisi Menongkah Kerang. Bupati Inhil, HM Wardan, dalam berbagai kesempatan menegaskan komitmennya untuk menjadikan Festival Menongkah sebagai destinasi wisata budaya yang menarik dan mampu mengangkat sektor pariwisata daerah. Ia menekankan pentingnya menjaga agar festival ini tetap eksis dan budaya tradisional masyarakat Suku Duanu tidak punah di tengah arus modernisasi. Dukungan ini diwujudkan melalui fasilitasi penyelenggaraan festival, sosialisasi kepada masyarakat luas, serta pelibatan berbagai pihak untuk menjaga kelestarian tradisi. Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, Olahraga, dan Kebudayaan (Disparporabud) Inhil, Junaidy, S.Sos MSi, juga menegaskan bahwa festival ini hendaknya terus dipertahankan dan ditingkatkan karena merupakan kegiatan budaya tradisional yang mendukung khazanah budaya bangsa sekaligus menjadi ikon budaya Kabupaten Indragiri Hilir dan Provinsi Riau.

Selain dukungan pemerintah, pelestarian tradisi Menongkah Kerang juga sangat bergantung pada peran aktif masyarakat Suku Duanu sendiri. Tradisi ini menjadi bagian dari kehidupan sosial dan ekonomi mereka, yang mengajarkan nilai-nilai kerja keras, keberanian, dan solidaritas. Aktivitas menongkah yang dilakukan bersama-sama mempererat hubungan antarwarga dan menumbuhkan rasa kebersamaan yang kuat. Selain itu, tradisi ini juga menjadi sarana edukasi bagi generasi muda untuk mengenal dan mencintai warisan budaya leluhur mereka. Dalam festival, anak-anak dan remaja diajak untuk berpartisipasi dan belajar langsung tentang teknik menongkah serta nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Hal ini menjadi langkah penting agar tradisi tetap hidup dan dapat diwariskan secara berkelanjutan.

Uniknya, tradisi menongkah juga memiliki nilai estetika dan olahraga tradisional yang menarik. Papan tongkah yang digunakan untuk meluncur di lumpur menjadi alat khas yang telah menjadi simbol budaya unik masyarakat Suku Duanu. Bahkan, budaya menongkah ini juga memiliki tarian khas yang kini sedang dalam proses pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Diharapkan, tari ini akan menjadi tari khas Kabupaten Indragiri Hilir yang semakin memperkaya khazanah seni budaya daerah sekaligus memperkuat identitas budaya Suku Duanu.

Tradisi Menongkah Kerang Suku Duanu di Indragiri Hilir merupakan contoh nyata warisan budaya berkelanjutan yang mampu menjaga keseimbangan antara pelestarian nilai-nilai leluhur dan perkembangan zaman. Tradisi ini tidak hanya menjadi simbol doa dan perlindungan masyarakat pesisir, tetapi juga memperkuat identitas budaya dan sosial komunitas. Dengan dukungan aktif dari masyarakat, pemerintah daerah, dan lembaga kebudayaan, tradisi ini diharapkan akan terus lestari dan menjadi sumber inspirasi bagi pelestarian budaya lokal lainnya di Indonesia. Festival Menongkah tidak hanya mengangkat budaya leluhur, tetapi juga menjadi penggerak ekonomi dan pariwisata daerah, sehingga memberikan manfaat nyata bagi kesejahteraan masyarakat.

Melalui tradisi Menongkah Kerang, masyarakat Indragiri Hilir menunjukkan betapa pentingnya menjaga dan menghargai warisan budaya leluhur sebagai bagian dari kekayaan bangsa yang tak ternilai. Tradisi ini bukan sekadar kegiatan mencari kerang di hamparan lumpur, melainkan simbol dari warisan budaya berkelanjutan yang sarat dengan nilai-nilai spiritual, sosial, dan ekonomi. Di dalamnya juga terkandung semangat gotong royong, kerja keras, dan kecintaan terhadap tanah air yang terus diwariskan dari generasi ke generasi. Menongkah Kerang menjadi pengingat bahwa budaya bukan hanya tentang masa lalu, melainkan juga tentang bagaimana ia terus hidup dan memberi manfaat di masa kini serta masa depan. Melalui pelestarian tradisi ini, masyarakat tidak hanya menjaga identitas budaya lokal, tetapi juga turut berkontribusi dalam menjaga warisan budaya berkelanjutan yang mampu membentuk karakter bangsa dan memperkuat jati diri nasional di tengah arus globalisasi.

Ditulis oleh Nikmatul Wahyuti

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama