Tradisi Menongkah Kerang yang dijalankan oleh
masyarakat Suku Duanu di Kabupaten Indragiri Hilir, khususnya di wilayah
Kecamatan Tanah Merah yang terletak di Desa Sungai Laut, Desa Tanah Merah, Desa
Tanjung Pasir (Sungai Rumah), dan Kelurahan Kuala Enok, merupakan salah satu
warisan budaya leluhur yang kaya akan nilai sejarah, sosial, dan ekonomi. Suku
Duanu, yang dikenal sebagai suku orang laut, telah mendiami pesisir Indragiri
Hilir sejak berabad-abad lalu dan mengembangkan tradisi menongkah sebagai cara unik
dan adaptif dalam mencari nafkah dari alam sekitar. Tradisi ini tidak hanya
menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, tetapi juga telah bertransformasi
menjadi festival budaya tahunan yang mendapat perhatian luas, baik dari
masyarakat lokal maupun pemerintah daerah, bahkan hingga tingkat nasional.
Menongkah Kerang kini menjadi simbol keberlanjutan budaya yang hidup dan terus
dijaga oleh masyarakat Suku Duanu sebagai identitas dan warisan leluhur yang
tak ternilai.
Menongkah
Kerang Tradisi Suku Duanu
Menongkah Kerang secara harfiah
adalah aktivitas menangkap kerang darah (Anadara
granosa) di padang lumpur pesisir menggunakan papan tongkah, sebuah papan
panjang dan lebar yang berfungsi sebagai tumpuan kaki untuk meluncur di atas
lumpur. Tradisi ini menuntut keberanian, ketangkasan, dan keterampilan tinggi
karena dilakukan di medan berlumpur yang licin dan terkadang dalam kondisi air
pasang surut yang berubah-ubah. Aktivitas ini dilakukan oleh masyarakat Suku
Duanu sejak lama, bahkan menurut tokoh masyarakat Suku Duanu, Sarpan
Firmansyah, tradisi menongkah sudah ada di perkampungan mereka sejak tahun
1685. Hal ini menunjukkan betapa tradisi ini telah melekat kuat sebagai bagian
dari identitas budaya dan cara hidup masyarakat pesisir di Indragiri Hilir.
Festival
Budaya Menongkah Kerang
Sumber
: inhil.com (2023)
Seiring perkembangan zaman, tradisi menongkah ini
tidak hanya menjadi aktivitas ekonomi, tetapi juga diangkat menjadi sebuah
festival budaya yang menarik perhatian banyak pihak. Festival Menongkah pertama
kali digelar pada tahun 2008 di Pantai Bidari, Desa Tanjung Pasir, Kecamatan
Tanah Merah, dan sejak itu rutin diselenggarakan setiap tahun dengan dukungan
penuh dari Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir. Festival ini menampilkan
perlombaan menongkah massal yang melibatkan ratusan peserta, serta lomba-lomba
tradisional lain seperti lomba merampas dan lompat lumpur yang menambah semarak
acara. Festival Menongkah telah digelar sebanyak sembilan kali hingga saat ini
dan menjadi salah satu agenda wisata budaya penting di Kabupaten Indragiri
Hilir yang masuk dalam kalender wisata Provinsi Riau.
Bupati Inhil menerima Piagam
Penghargaan MURI di Festival Menongkah Kerang
Keunikan dan daya tarik Festival Menongkah semakin
diperkuat dengan pencapaian dua rekor Museum Rekor Indonesia (MURI). Pada tahun
2008, festival ini memecahkan rekor peserta menongkah terbanyak dengan lebih
dari 500 peserta yang ikut serta dalam kegiatan menongkah massal. Kemudian pada
tahun 2016, Festival Menongkah kembali mencatatkan rekor MURI untuk peserta
mandi lumpur terbanyak di atas papan tongkah. Prestasi ini tidak hanya
membanggakan masyarakat Suku Duanu, tetapi juga mengangkat tradisi menongkah sebagai
warisan budaya yang unik dan berharga di tingkat nasional. Menurut Sarpan
Firmansyah, rekor MURI tersebut menjadi bukti nyata bahwa tradisi menongkah
bukan sekadar aktivitas lokal, melainkan sebuah budaya yang mampu menarik
perhatian luas dan menjadi simbol semangat kerja keras serta kebersamaan
masyarakat Suku Duanu.
Pengakuan resmi terhadap tradisi Menongkah Kerang
sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pertama di Kabupaten Indragiri Hilir
oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tahun 2018
menjadi tonggak penting dalam pelestarian tradisi ini. Sertifikat WBTB
diserahkan langsung pada saat penyelenggaraan Festival Menongkah di Pantai
Bidari, Kuala Enok, Kecamatan Tanah Merah. Penghargaan ini hanya diberikan
kepada sebelas warisan budaya daerah di Indonesia, dan menjadikan Festival
Menongkah sebagai salah satu ikon budaya Kabupaten Indragiri Hilir yang diakui
secara nasional. Pengakuan ini tidak hanya meningkatkan kebanggaan masyarakat,
tetapi juga memberikan landasan kuat bagi pemerintah daerah dan organisasi
kebudayaan untuk terus menjaga, mengembangkan, dan mempromosikan tradisi
menongkah sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa.
Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir sangat serius
dalam mendukung pelestarian dan pengembangan tradisi Menongkah Kerang. Bupati
Inhil, HM Wardan, dalam berbagai kesempatan menegaskan komitmennya untuk
menjadikan Festival Menongkah sebagai destinasi wisata budaya yang menarik dan
mampu mengangkat sektor pariwisata daerah. Ia menekankan pentingnya menjaga
agar festival ini tetap eksis dan budaya tradisional masyarakat Suku Duanu
tidak punah di tengah arus modernisasi. Dukungan ini diwujudkan melalui
fasilitasi penyelenggaraan festival, sosialisasi kepada masyarakat luas, serta
pelibatan berbagai pihak untuk menjaga kelestarian tradisi. Kepala Dinas
Pariwisata, Pemuda, Olahraga, dan Kebudayaan (Disparporabud) Inhil, Junaidy,
S.Sos MSi, juga menegaskan bahwa festival ini hendaknya terus dipertahankan dan
ditingkatkan karena merupakan kegiatan budaya tradisional yang mendukung
khazanah budaya bangsa sekaligus menjadi ikon budaya Kabupaten Indragiri Hilir
dan Provinsi Riau.
Selain dukungan pemerintah, pelestarian tradisi
Menongkah Kerang juga sangat bergantung pada peran aktif masyarakat Suku Duanu
sendiri. Tradisi ini menjadi bagian dari kehidupan sosial dan ekonomi mereka,
yang mengajarkan nilai-nilai kerja keras, keberanian, dan solidaritas.
Aktivitas menongkah yang dilakukan bersama-sama mempererat hubungan antarwarga
dan menumbuhkan rasa kebersamaan yang kuat. Selain itu, tradisi ini juga
menjadi sarana edukasi bagi generasi muda untuk mengenal dan mencintai warisan
budaya leluhur mereka. Dalam festival, anak-anak dan remaja diajak untuk
berpartisipasi dan belajar langsung tentang teknik menongkah serta nilai-nilai
budaya yang terkandung di dalamnya. Hal ini menjadi langkah penting agar
tradisi tetap hidup dan dapat diwariskan secara berkelanjutan.
Uniknya, tradisi menongkah juga memiliki nilai
estetika dan olahraga tradisional yang menarik. Papan tongkah yang digunakan
untuk meluncur di lumpur menjadi alat khas yang telah menjadi simbol budaya
unik masyarakat Suku Duanu. Bahkan, budaya menongkah ini juga memiliki tarian
khas yang kini sedang dalam proses pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).
Diharapkan, tari ini akan menjadi tari khas Kabupaten Indragiri Hilir yang
semakin memperkaya khazanah seni budaya daerah sekaligus memperkuat identitas budaya
Suku Duanu.
Tradisi Menongkah Kerang Suku Duanu di Indragiri Hilir
merupakan contoh nyata warisan budaya berkelanjutan yang mampu menjaga
keseimbangan antara pelestarian nilai-nilai leluhur dan perkembangan zaman.
Tradisi ini tidak hanya menjadi simbol doa dan perlindungan masyarakat pesisir,
tetapi juga memperkuat identitas budaya dan sosial komunitas. Dengan dukungan
aktif dari masyarakat, pemerintah daerah, dan lembaga kebudayaan, tradisi ini
diharapkan akan terus lestari dan menjadi sumber inspirasi bagi pelestarian
budaya lokal lainnya di Indonesia. Festival Menongkah tidak hanya mengangkat
budaya leluhur, tetapi juga menjadi penggerak ekonomi dan pariwisata daerah,
sehingga memberikan manfaat nyata bagi kesejahteraan masyarakat.
Melalui tradisi Menongkah Kerang, masyarakat Indragiri Hilir menunjukkan betapa pentingnya menjaga dan menghargai warisan budaya leluhur sebagai bagian dari kekayaan bangsa yang tak ternilai. Tradisi ini bukan sekadar kegiatan mencari kerang di hamparan lumpur, melainkan simbol dari warisan budaya berkelanjutan yang sarat dengan nilai-nilai spiritual, sosial, dan ekonomi. Di dalamnya juga terkandung semangat gotong royong, kerja keras, dan kecintaan terhadap tanah air yang terus diwariskan dari generasi ke generasi. Menongkah Kerang menjadi pengingat bahwa budaya bukan hanya tentang masa lalu, melainkan juga tentang bagaimana ia terus hidup dan memberi manfaat di masa kini serta masa depan. Melalui pelestarian tradisi ini, masyarakat tidak hanya menjaga identitas budaya lokal, tetapi juga turut berkontribusi dalam menjaga warisan budaya berkelanjutan yang mampu membentuk karakter bangsa dan memperkuat jati diri nasional di tengah arus globalisasi.
Ditulis oleh Nikmatul Wahyuti


