Link Lokasi https://maps.app.goo.gl/WYfE4No6Xt12fzWX6?g_st=aw :
Kabupaten Rokan Hilir, Riau, dengan kekayaan alam dan budayanya, tengah menghadapi ancaman serius terhadap lingkungannya. Pencemaran udara, air, dan kebakaran hutan menjadi isu mendesak yang mengancam kehidupan masyarakat dan ekosistem. Jika tidak segera ditangani, kerusakan ini tidak hanya merenggut sumber daya alam, tetapi juga masa depan generasi mendatang. Kerusakan lingkungan di Kabupaten Rokan Hilir mencakup tiga masalah utama. Pertama, pencemaran udara akibat pembakaran limbah kelapa sawit di Kecamatan Tanah Putih. Aktivitas ini, meski dilakukan masyarakat untuk alasan ekonomi, menghasilkan asap tebal yang menurunkan kualitas udara, menyebabkan kabut, dan mengganggu kesehatan warga. Kedua, pencemaran Sungai Rokan akibat limbah cair pabrik kelapa sawit (POME - Palm Oil Mill Effluent) yang dibuang tanpa pengolahan memadai, mengandung bahan organik tinggi, zat kimia, dan logam berat. Ini merusak ekosistem perairan, membunuh ikan, dan mengancam kesehatan masyarakat. Ketiga, kebakaran hutan dan lahan gambut, seperti insiden di Teluk Bano pada 2023, yang menghanguskan 12 hektare lahan, menambah polusi udara dan kerugian materi.
Krisis ini terjadi di berbagai wilayah Kabupaten Rokan Hilir, Riau. Pencemaran udara akibat pembakaran limbah kelapa sawit menonjol di Kecamatan Tanah Putih, sementara pencemaran Sungai Rokan melanda daerah aliran sungai, termasuk desa-desa seperti Teluk Mega dan Sidinginan di Kecamatan Tanah Putih. Kebakaran hutan dan lahan gambut tercatat di kawasan Teluk Bano pada 2023, menunjukkan kerentanan lahan gambut di wilayah ini.
Pencemaran udara dan air telah berlangsung selama bertahun-tahun, diperparah oleh aktivitas industri dan praktik pembakaran limbah yang terus berulang. Khususnya, kebakaran lahan gambut di Teluk Bano terjadi pada 2023, meninggalkan dampak lingkungan dan kesehatan yang serius. Hingga kini, pada Juni 2025, upaya pemulihan belum menunjukkan hasil signifikan.
Pelaku utama kerusakan meliputi masyarakat lokal yang membakar limbah kelapa sawit untuk kebutuhan ekonomi dan perusahaan kelapa sawit yang membuang limbah cair tanpa pengolahan sesuai standar. Masyarakat pesisir, nelayan, dan anak-anak di tepi Sungai Rokan menjadi korban utama, kehilangan sumber mata pencaharian dan terpapar risiko kesehatan. Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir telah berupaya melalui promosi kesehatan dan pemberitahuan dampak bencana, tetapi koordinasi dan penegakan regulasi masih lemah.
Penyebab utama kerusakan ini adalah alih fungsi lahan untuk industri kelapa sawit, pengelolaan limbah yang buruk, dan kurangnya pengawasan terhadap pelaku industri. Pembakaran limbah kelapa sawit dilakukan sebagai solusi murah oleh masyarakat, tetapi tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang. Limbah pabrik kelapa sawit, kaya akan bahan kimia dan logam berat, dibuang ke Sungai Rokan karena minimnya fasilitas pengolahan limbah. Kebakaran lahan gambut, sering dipicu oleh aktivitas manusia dan kondisi kering, diperparah oleh lemahnya koordinasi kelembagaan dalam konservasi lingkungan.
Dampak kerusakan ini terlihat nyata. Asap dari pembakaran limbah menurunkan kualitas udara, menyebabkan gangguan pernapasan dan mengurangi jarak pandang di jalan. Sungai Rokan, yang dulu menjadi sumber kehidupan, kini tercemar, dengan parameter seperti BOD dan COD melebihi ambang batas aman, membunuh ikan dan merusak potensi wisata serta irigasi. Kebakaran lahan gambut di Teluk Bano pada 2023 tidak hanya menghancurkan 12 hektare lahan, tetapi juga melepaskan emisi karbon besar, mengancam kesehatan dan ekonomi masyarakat. Upaya pemerintah, seperti edukasi dan promosi kesehatan, belum cukup tanpa kebijakan tegas, sanksi berat, dan investasi teknologi pengolahan limbah seperti biogas.
Untuk mengatasi krisis ini, sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan perusahaan kelapa sawit sangat krusial. Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir perlu memperketat pengawasan, menegakkan regulasi lingkungan seperti Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tentang pengelolaan limbah, dan memberikan sanksi berat kepada pelaku pencemaran. Investasi dalam teknologi pengolahan limbah, seperti instalasi biogas, dapat mengubah limbah sawit menjadi energi terbarukan, mengurangi dampak lingkungan. Masyarakat harus dilibatkan dalam program pelestarian, seperti patroli lingkungan, penanaman vegetasi di bantaran sungai, dan edukasi tentang bahaya pencemaran. Perusahaan kelapa sawit wajib mematuhi standar pengolahan limbah dan berkontribusi pada rehabilitasi Sungai Rokan.
Penutup: Kabupaten Rokan Hilir, dengan warisan alamnya yang luar biasa, tidak boleh kehilangan identitasnya akibat kerusakan lingkungan. Sungai Rokan, yang dulu jernih dan penuh kehidupan, kini merana akibat limbah pabrik kelapa sawit, asap pembakaran, dan kebakaran lahan. Tanpa tindakan nyata, kita mencuri masa depan anak cucu. Seperti kata bijak, “Air adalah kehidupan, mencemarinya berarti mencuri masa depan.” Mari bersama menjadikan Rokan Hilir kembali hijau, bersih, dan lestari—sebagai warisan berharga untuk generasi mendatang.
Sumber Terkait:
Analisis Pencemaran Sungai Rokan Akibat Kegiatan Pabrik Kelapa Sawit: https://www.academia.edu/analisis-pencemaran-sungai-rokan-akibat-kegiatan-pabrik-kelapa-sawit
Refleksi KLHK 2021: Capaian Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan: https://www.menlhk.go.id/refleksi-klhk-2021-capaian-pengendalian-pencemaran-dan-kerusakan-lingkungan
Peraturan Pemerintah Terkait Lingkungan Hidup: https://dlh.mukomukokab.go.id/peraturan-pemerintah-terkait-lingkungan-hidup
Mitigasi Konflik di Kabupaten Rokan Hilir: https://ksdae.menlhk.go.id/mitigasi-konflik-di-kabupaten-rokan-hilir
Kabupaten Rokan Hilir Dalam Angka 2024: https://rohilkab.bps.go.id/kabupaten-rokan-hilir-dalam-angka-2024